Gunung Semeru atau biasa disebut Gunung Mahameru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa. Legenda asal-usul Gunung Semeru mengaitkan kehendak dewa untuk memindahkan Gunung Meru dari India ke Pulau Jawa. Bagaimana kisahnya? Mungkin Anda sering mendengar kisah-kisah mistik dari Gunung Semeru. Kenapa Semeru menyimpan banyak kisah unik? Karena Gunung ini boleh dikata sangat penting posisinya. Inilah tempat bersemayamnya para dewa.
Bagi masyarakat Bali, Gunung Semeru dipercaya sebagai Bapak Gunung Agung yang berada di Bali. Mereka juga percaya Gunung Semeru merupakan tempat tinggal para Dewa. Banyak cerita yang menyebutkan bahwa Gunung Semeru berasal dari Gunung Meru yang ada di India (Jambudwipa).
Menurut kepercayaan masyarakat jawa yang bersumber dari kitab kuno Tantu Pagelaran pada abad ke 15 keadaan Pulau Jawa tidak stabil, mengapung di lautan luas dan terombang-ambing oleh ombak yang begitu ganas. Melihat hal tersebut para Dewa memutuskan untuk memindahkan Gunung Meru yang ada di India dan memakukannya di Pulau Jawa.
Legenda Gunung Semeru, dalam kitab Tantu Pagelaran berbahasa Jawa Tengah, dalam bentuk prosa menceritakan bagaimana kisah para dewa memenggal puncak Gunung Mahameru dari tanah Bharatawarsa (India) untuk dibawa ke Jawa atas titah Batara Guru.
Konon pada masa itu, tanah Pulau Jawa senantiasa bergoyang. Gempa hampir terjadi setiap waktu. Hanya saja, saat itu Pulau Jawa masih belum ada penghuninya sehingga tidak terjadi korban jiwa. Melihat keadaan Pulau Jawa yang begitu labil, para Dewa merasa sangat prihatin.
Jika keadaan tersebut dibiarkan, Pulau Jawa selamanya tidak dapat dihuni manusia. Itulah sebabnya, dengan berbondong-bondong para dewa menghadap Batara Guru yang menjadi pemimpin mereka.
“Sampai sekarang Pulau Jawa masih terus bergoyang kalau tidak segera di atasi, Pulau itu selamanya tidak akan ditempati. Karena itu, Mohon Pukulun (tuan) memikirkannya,” kata Dewa Wisnu.
Mendengar laporan tersebut, Batara Guru berpikir keras untuk mengatasi masalah. Setelah beberapa saat merenung, barulah pemimpin para dewa itu membuat keputusan.
“Satu-satunya cara untuk membuat pulau jawa kokoh dan tidak bergoyang adalah dengan memberinya pasak. Karena itu pergilah ke Jambudipa (India). Potonglah Gunung Mandara separuhnya dan ambillah puncak Mahameru untuk dijadikan pasak Pulau Jawa,” ujar Batara Guru.
“Mohon ampun Pukulun Gunung Mandaran itu sangat tinggi. Puncaknya yang bernama Mahameru sampai menyentuh langit. Jadi, meskipun diambil separuhnya, tetap saja sangat besar dan terlalu berat untuk diangkat serta dipindahkan. Mana mungkin diantara kami ada yang mampu melaksanakan tugas tersebut?” kata para dewa.
“Sebesar dan seberat apapun suatu pekerjaan, akan menjadi lebih mudah dan terasa lebih ringan bila dikerjakan bersama-sama. Itu sebabnya, kalian harus berangkat bersama-sama dan bergotong-royong untuk menyelesaikan pekerjaan ini”, perintah Batara Guru.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi berangkatlah para dewa ke Negeri Jambudipa. Mereka bahu-membahu memotong Gunung Mandaran menjadi dua. Setelah puncak Mahameru berhasil didapatkan, barulah para dewa itu membagi tugas untuk membawanya ke Pulau Jawa.
Mula-mula, Batara Brahma yang mengubah dirinya menjadi kura-kura raksasa. Kura-kura yang besarnya tiada terkira itu dijadikan alas untuk meletakkan Mahameru.
Kemudian Batara Bayu, sang dewa kekuatan mengangkat Mahameru dengan dibantu dewa yang lain, dan meletakkannya di punggung kura-kura.
Setelah itu Batara Wisnu mengubah diri menjadi naga raksasa yang panjangnya tidak terjangkau mata. Naga raksasa itu membelit Mahameru, agar tidak sampai terjatuh selama dalam perjalanan.
Ketika semuanya telah siap, Gunung Meru pun dibawa terbang menuju Pulau Jawa. Pekerjaan yang sangat berat dan sulit. Namun berkat kerja keras dan kerja sama yang baik para dewa, Mahameru akhirnya sampai juga di Pulau Jawa.
Begitu gunung di letakkan di atas tanah, dari puncaknya mengalir air yang sangat jernih. Para dewa yang baru menempuh perjalanan yang sangat jauh, segera berebut mengambilnya.
Mereka ingin menghapus dahaga dengan meminum air tersebut. Mereka tidak sadar bahwa air itu sebenarnya adalah air bisa (racun) Kalakuta yang mematikan. Sesaat setelah meminumnya, para dewa itu menemui ajal.
Tidak berapa lama kemudian, Batara Guru datang untuk melihat kerja para dewa. Betapa terkejutnya pemimpin para dewa itu ketika mengetahui anak buahnya sudah terbujur kaku, tidak bernyawa.
“Kenapa semua Dewa mati? siapa yang telah membunuhnya? ” Kata Batara Guru dalam hati.
Setelah melihat keadaan sekeliling, Batara Guru mencurigai air yang mengalir dari puncak Mahamerulah yang menjadi penyebab kematian para dewa. Untuk membuktikannya, Batara Guru meneguk air bisa (racun) Kalakuta itu.
Ternyata benar, begitu melewati tenggorokan, leher Batara Guru seketika bagai terbakar. Batara Guru pun memuntahkannya. Namun sudah terlambat, meski berhasil dimuntahkan, Leher Batara Guru sudah terlanjur terbakar dan tak bisa disembuhkan. Akibatnya, Pada leher Batara Guru terdapat tanda hitam yang tidak dapat dihilangkan. Sejak saat itu, Batara Guru mendapat sebutan “Nilakanta” yang artinya “leher hitam”.
“Ganas sekali racun Mahameru ini. Pantas bila para dewa langsung menemui ajal begitu meminumnya,” guman Batara Guru.
Akhirnya, dengan kesaktian yang dimiliki, Batara Guru mengubah bisa (racun) Kalakuta menjadi air suci pangkal kehidupan. Air itu diberi nama Tirta Kamandalu. Tirta Kamandalu itu segera disiramkan ke semua jasad para dewa. Ajaib! Begitu tersentuh Tirta Kamandalu, para dewa langsung hidup sebagaimana keadaannya semula.
Kemudian mereka pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Pada awalnya para dewa meletakkan Gunung Meru di atas bagian barat Pulau Jawa. Akan tetapi karena Gunung Meru terlalu berat, bagian ujung pulau jawa sebelah timur menjadi terangkat.
Dengan segera dewa-dewa itu memindahkan gunung Meru ke bagian timur Pulau Jawa. Dalam proses pemindahan inilah ada serpihan-serpihan Gunung Meru yang tercecer dan menjadi jajaran pegunungan di Pulau Jawa.
Bagian-bagian Gunung Meru yang jatuh itu akhirnya tumbuh menjadi enam gunung kecil. masing-masing Gunung Katong (Gunung Lawu, 3.265 mdpl), Gunung Wilis (2.169 mdpl), Gunung Kampud (Gunung Kelud, 1.713 mdpl), Gunung Kawi (2.631 mdpl), Gunung Arjuna (3.339 mdpl), dan Gunung Kemukus (3.156 mdpl).
Ketika puncak Meru diletakkankan ke timur Pulau Jawa, peristiwa yang sama kembali terjadi. Pulau Jawa tetap saja miring. Akhirnya para dewa memutuskan untuk memenggal sebagian dari Gunung Meru dan kemudian ditempatkan di bagian barat laut Pulau Jawa.
Potongan ini membentuk gunung baru, yakni Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan. Sedangkan bagian utama dari Gunung Meru kini dikenal dengan Gunung Semeru. Dewa Shiwa bersemayan di Gunung Semeru ini.
Saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau Jawa, dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa. Dalam Hindu, Gunung Meru dianggap sebagai ayah dari Gunung Agung di Bali. Gunung Meru merupakan graha dewa alias rumah para dewa dan sebagai jembatan penghubung bumi (manusia) dan Kahyangan.
Menurut kosmologi Hindu – Jawa, Gunung Pawitra merupakan Puncak Kailaca yang dipindah ke Pulau Jawa. Puncak Kaliaca itu sendiri merupakan tempat persemayaman para dewa dalam cerita pewayangan Jawa.
Legenda gunung Semeru ini memberikan gambaran terkait penyebaran Hindu paham Siwaistis dari tanah India ke negeri Nusantara yang berpusat di tanah Jawa, dan meninggalkan pengaruh besar terhadap kepercayaan dan kebudayaan suku Tengger hingga saat ini.
Sumber: http://www.keajaibandunia.web.id/4050/legenda-gunung-semeru.html
Bagi masyarakat Bali, Gunung Semeru dipercaya sebagai Bapak Gunung Agung yang berada di Bali. Mereka juga percaya Gunung Semeru merupakan tempat tinggal para Dewa. Banyak cerita yang menyebutkan bahwa Gunung Semeru berasal dari Gunung Meru yang ada di India (Jambudwipa).
Menurut kepercayaan masyarakat jawa yang bersumber dari kitab kuno Tantu Pagelaran pada abad ke 15 keadaan Pulau Jawa tidak stabil, mengapung di lautan luas dan terombang-ambing oleh ombak yang begitu ganas. Melihat hal tersebut para Dewa memutuskan untuk memindahkan Gunung Meru yang ada di India dan memakukannya di Pulau Jawa.
Legenda Gunung Semeru, dalam kitab Tantu Pagelaran berbahasa Jawa Tengah, dalam bentuk prosa menceritakan bagaimana kisah para dewa memenggal puncak Gunung Mahameru dari tanah Bharatawarsa (India) untuk dibawa ke Jawa atas titah Batara Guru.
Konon pada masa itu, tanah Pulau Jawa senantiasa bergoyang. Gempa hampir terjadi setiap waktu. Hanya saja, saat itu Pulau Jawa masih belum ada penghuninya sehingga tidak terjadi korban jiwa. Melihat keadaan Pulau Jawa yang begitu labil, para Dewa merasa sangat prihatin.
Jika keadaan tersebut dibiarkan, Pulau Jawa selamanya tidak dapat dihuni manusia. Itulah sebabnya, dengan berbondong-bondong para dewa menghadap Batara Guru yang menjadi pemimpin mereka.
“Sampai sekarang Pulau Jawa masih terus bergoyang kalau tidak segera di atasi, Pulau itu selamanya tidak akan ditempati. Karena itu, Mohon Pukulun (tuan) memikirkannya,” kata Dewa Wisnu.
Mendengar laporan tersebut, Batara Guru berpikir keras untuk mengatasi masalah. Setelah beberapa saat merenung, barulah pemimpin para dewa itu membuat keputusan.
“Satu-satunya cara untuk membuat pulau jawa kokoh dan tidak bergoyang adalah dengan memberinya pasak. Karena itu pergilah ke Jambudipa (India). Potonglah Gunung Mandara separuhnya dan ambillah puncak Mahameru untuk dijadikan pasak Pulau Jawa,” ujar Batara Guru.
“Mohon ampun Pukulun Gunung Mandaran itu sangat tinggi. Puncaknya yang bernama Mahameru sampai menyentuh langit. Jadi, meskipun diambil separuhnya, tetap saja sangat besar dan terlalu berat untuk diangkat serta dipindahkan. Mana mungkin diantara kami ada yang mampu melaksanakan tugas tersebut?” kata para dewa.
“Sebesar dan seberat apapun suatu pekerjaan, akan menjadi lebih mudah dan terasa lebih ringan bila dikerjakan bersama-sama. Itu sebabnya, kalian harus berangkat bersama-sama dan bergotong-royong untuk menyelesaikan pekerjaan ini”, perintah Batara Guru.
Tanpa menunggu waktu lebih lama lagi berangkatlah para dewa ke Negeri Jambudipa. Mereka bahu-membahu memotong Gunung Mandaran menjadi dua. Setelah puncak Mahameru berhasil didapatkan, barulah para dewa itu membagi tugas untuk membawanya ke Pulau Jawa.
Mula-mula, Batara Brahma yang mengubah dirinya menjadi kura-kura raksasa. Kura-kura yang besarnya tiada terkira itu dijadikan alas untuk meletakkan Mahameru.
Kemudian Batara Bayu, sang dewa kekuatan mengangkat Mahameru dengan dibantu dewa yang lain, dan meletakkannya di punggung kura-kura.
Setelah itu Batara Wisnu mengubah diri menjadi naga raksasa yang panjangnya tidak terjangkau mata. Naga raksasa itu membelit Mahameru, agar tidak sampai terjatuh selama dalam perjalanan.
Ketika semuanya telah siap, Gunung Meru pun dibawa terbang menuju Pulau Jawa. Pekerjaan yang sangat berat dan sulit. Namun berkat kerja keras dan kerja sama yang baik para dewa, Mahameru akhirnya sampai juga di Pulau Jawa.
Begitu gunung di letakkan di atas tanah, dari puncaknya mengalir air yang sangat jernih. Para dewa yang baru menempuh perjalanan yang sangat jauh, segera berebut mengambilnya.
Mereka ingin menghapus dahaga dengan meminum air tersebut. Mereka tidak sadar bahwa air itu sebenarnya adalah air bisa (racun) Kalakuta yang mematikan. Sesaat setelah meminumnya, para dewa itu menemui ajal.
Tidak berapa lama kemudian, Batara Guru datang untuk melihat kerja para dewa. Betapa terkejutnya pemimpin para dewa itu ketika mengetahui anak buahnya sudah terbujur kaku, tidak bernyawa.
“Kenapa semua Dewa mati? siapa yang telah membunuhnya? ” Kata Batara Guru dalam hati.
Setelah melihat keadaan sekeliling, Batara Guru mencurigai air yang mengalir dari puncak Mahamerulah yang menjadi penyebab kematian para dewa. Untuk membuktikannya, Batara Guru meneguk air bisa (racun) Kalakuta itu.
Ternyata benar, begitu melewati tenggorokan, leher Batara Guru seketika bagai terbakar. Batara Guru pun memuntahkannya. Namun sudah terlambat, meski berhasil dimuntahkan, Leher Batara Guru sudah terlanjur terbakar dan tak bisa disembuhkan. Akibatnya, Pada leher Batara Guru terdapat tanda hitam yang tidak dapat dihilangkan. Sejak saat itu, Batara Guru mendapat sebutan “Nilakanta” yang artinya “leher hitam”.
“Ganas sekali racun Mahameru ini. Pantas bila para dewa langsung menemui ajal begitu meminumnya,” guman Batara Guru.
Akhirnya, dengan kesaktian yang dimiliki, Batara Guru mengubah bisa (racun) Kalakuta menjadi air suci pangkal kehidupan. Air itu diberi nama Tirta Kamandalu. Tirta Kamandalu itu segera disiramkan ke semua jasad para dewa. Ajaib! Begitu tersentuh Tirta Kamandalu, para dewa langsung hidup sebagaimana keadaannya semula.
Kemudian mereka pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Pada awalnya para dewa meletakkan Gunung Meru di atas bagian barat Pulau Jawa. Akan tetapi karena Gunung Meru terlalu berat, bagian ujung pulau jawa sebelah timur menjadi terangkat.
Dengan segera dewa-dewa itu memindahkan gunung Meru ke bagian timur Pulau Jawa. Dalam proses pemindahan inilah ada serpihan-serpihan Gunung Meru yang tercecer dan menjadi jajaran pegunungan di Pulau Jawa.
Bagian-bagian Gunung Meru yang jatuh itu akhirnya tumbuh menjadi enam gunung kecil. masing-masing Gunung Katong (Gunung Lawu, 3.265 mdpl), Gunung Wilis (2.169 mdpl), Gunung Kampud (Gunung Kelud, 1.713 mdpl), Gunung Kawi (2.631 mdpl), Gunung Arjuna (3.339 mdpl), dan Gunung Kemukus (3.156 mdpl).
Ketika puncak Meru diletakkankan ke timur Pulau Jawa, peristiwa yang sama kembali terjadi. Pulau Jawa tetap saja miring. Akhirnya para dewa memutuskan untuk memenggal sebagian dari Gunung Meru dan kemudian ditempatkan di bagian barat laut Pulau Jawa.
Potongan ini membentuk gunung baru, yakni Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama Gunung Pananggungan. Sedangkan bagian utama dari Gunung Meru kini dikenal dengan Gunung Semeru. Dewa Shiwa bersemayan di Gunung Semeru ini.
Saat Sang Hyang Siwa datang ke pulau Jawa, dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau tersebut dinamakan Jawa. Dalam Hindu, Gunung Meru dianggap sebagai ayah dari Gunung Agung di Bali. Gunung Meru merupakan graha dewa alias rumah para dewa dan sebagai jembatan penghubung bumi (manusia) dan Kahyangan.
Menurut kosmologi Hindu – Jawa, Gunung Pawitra merupakan Puncak Kailaca yang dipindah ke Pulau Jawa. Puncak Kaliaca itu sendiri merupakan tempat persemayaman para dewa dalam cerita pewayangan Jawa.
Legenda gunung Semeru ini memberikan gambaran terkait penyebaran Hindu paham Siwaistis dari tanah India ke negeri Nusantara yang berpusat di tanah Jawa, dan meninggalkan pengaruh besar terhadap kepercayaan dan kebudayaan suku Tengger hingga saat ini.
Sumber: http://www.keajaibandunia.web.id/4050/legenda-gunung-semeru.html
0 komentar:
Posting Komentar